Jakarta _ Pemrhati : Masalah Tanah 4,1 hektare di Bukit Kerangan milik 8 warga lokal Makin panas. Sabtu 13/12/25 seluruh anggota keluarga, istri, anak dan cucu-cucu ramai-ramai ke lokasi untuk melakukan pemagaran sepanjang pinggir Jl. Labuan Bajo - Batu Gosok, dari batas selatan sampai batas utara.
Bukan hanya pagar, tapi juga stand jualan (red-rombong) dari baja ringan sebanyak 3 buah, untuk usaha bagi kelangsungan hidup mereka.
"Rencana kedepan akan bangun juga tempat ibadah keluarga berupa mushola bagi yang muslim dan rumah retret (red-doa) bagi yang kristen di atas tanah adat perolehan langsung dari Fungsionaris adat 1992," kata Zulkarnain Djudje, salah satu pemilik 4,1 ha itu melalui rilisnya, Senin (15/4/2025) di Labuan Bajo.
Menurutnya, pihak warga akan mengundang Bupati Manggarai Barat, untuk peletakan batu pertamanya. Dimana di sana sudah kami buat stand jualan, maka dibutuhkan Mushola untuk sholat, butuh kamar mandi/toilet.
"Memang tanah ini sedang perkara. Jauh sebelum perkara, mereka duluan bangun pondok di tanah ini begitu saja.
Kalau mereka bisa, ya, kami juga dong, karena tanah ini sejak dulu hak kami, lalu mereka tumpang tindihkan", kata Zulkarnain sapaan akrabnya.
Sebagaimana diberitakan media ini, tanah ini tumpang tindih oleh seseorang dari Jakarta, Santosa Kadiman, broker Hotel St.Regis Labuan Bajo. Dimana tanah alas hak Niko Naput dan Beatrix dari Ruteng, yang letaknya di timur jalan, bahkan sejauh +- 500m ke arah selatan (red - dekat Hotel Nawa).
Tiba-tiba spanduknya ditempatkan oleh Santosa Kadiman di atas tanah bagian selatan jalan raya milik 8 orang ini sejak April 2025. Bahkan sejak April 2022, pasca ground breaking Htl St Regist tanah ini diduduki, bangun pos jaga, excavator bongkar-bongkar tanah.
"Selain itu terlihat juga ada semacam bangunan dari tabung besi, rupanya semacam mesin pengolah batu," sambung Zulkarnain.
Sementara itu Jon Kadis H., anggota Tim Kuasa Hukum dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 Law Firm & Partners mengatakan, surat alas hak andalannya, 21 Oktober 1991, bukan di situ tanahnya. Dan tanah itu sendiri sesungguhnya sudah tidak ada lagi, karena sudah dibatalkan fungsionaris adat 1998.
Apalagi kata Jon Kadis, dipertegas oleh kesaksian anak alm. Ketua fungsionaris adat 2021, Hj Ramang Ishaka, dalam sidang Pengadilan Tipikor Kupang yang berkaitan dengan perkara 30-an tanah Pemda.
Kemudian, tanah milik 8 warga lokal di Bukit Kerangan sampai hari ini sedang dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri. Ada lima yang sudah lakukan gugatan, sisanya akan segera menyusul, 2026, 2029, tahun 2030-an.
"Iya, memang betul. Lima dari 8 pemilik lokal itu sudah ajukan gugatan. Masih dalam proses sidang di tingkat Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Terdaftar dalam perkara perdata no. 32, 33, 41, 44, dan 53 (red-intervensi). Nanti akan menyusul lagi gugatan anggota lainnya, 2026, 2029, 2030-an," pungkas Jon Kadis. (Syafruddin)
