Labuan Bajo _ Pemerhati
Masih tentang dugaan mafia tanah di Labuan Bajo. Kebenaran akan mencari jalannya sendiri dan alam berpihak pada kebenaran. Ternyata Erwin Santosa Kadiman diduga hanya seorang makelar / broker / perantara dengan pemilik Hotel St.Regist Labuan Bajo. Modus makelar ini dengan memberi uang muka / DP kepada pemilik-pemilik tanah, lalu diuruskan sertifikat-sertifikatnya, kemudian dijual oleh makelar Erwin kepada pengusaha pengusaha Jakarta dan luar negeri.
"Modus permainan sebagai makelar di Labuan Bajo bermula dari akta PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) 40 ha di Notaris Billy Ginta Januari 2014 antara Niko Naput dan Santosa Kadiman alias Erwin Santoso Kadiman alias Erwin Bebek. Makelar ini bertransaksi obyek tanah 40 ha di Kerangan Kel.Labuan Bajo tanpa surat tanah yang asli. Di dalam 40 ha itu ada tanah milik Pemda Kab.Manggarai Barat (Mabar), ada tanah 11 ha milik kami ahli waris alm. Ibrahim Hanta, dan 3,1 ha milik warga asli Labuan Bajo. Modus calo tanahnya berupa ikatan PPJB tanpa surat alas hak tanah yang asli, dan di-akta PPJB-kan tanpa dijelaskan batas-batas tanah utara, barat, timur, selatan, tapi hanya perkiraan dengan cara elektronik google map versi semau gue nya makelar.
Dan dari modus inilah makelar diduga sebagai permainan kelas mafia tanah. Selanjutnya akte notaris PPJB ini diduga kuat sengaja dijadikan dasar oleh makelat untuk pembuatan 5 SHM an. Keluarga Niko Naput, yang terdiri dari 2 SHM di atas tanah 11 ha milik kami, dan 3 SHM lagi di lokasi di luar batas tanah kami", kata Muhamad Rudini yang tampil atas nama seluruh ahli waris alm.IH.
"Itulah sebabnya, ketika saya ajukan gugatan perdata di Pengadilan Negri (PN) Labuan Bajo Januari 2024, saya juga melakukan pengaduan atau laporan ke Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung RI di Jakarta atas ulah makelar tanah ini," jelas Rudini ahli waris pemilik tanah almarhum Ibrahim Hanta (IH) kepada media, Sabtu (31/5/2025) di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
"Inti pokok gugatan kami adalah : tanah warisan 11 ha yang diperoleh kakek kami sejak 1973, yang sedang dikuasai & dikelola, tiba-tiba seorang yang berasal dari Jakarta, Erwin Kadiman Santoso (Erwin Bebek) bersama Ika Yunita, yang ternyata makelar tanah, bekerjasama dengan seorang dari kota Ruteng jauh di luar masyarakat ulayat ini, Nikolaus Naput, oknum BPN dan oknum turunan fungsionaris ulayat, dengan mengklaim tanah 11 ha milik kami ini bagian di dalam 40 ha itu," tutup Rudini.
BPN Mabar pun terkecoh dengan akte Notaris Billy Ginta PPJB 40 atas ulah makelar ini. Cara-cara ini sering digunakan para makelar busuk di Jakarta, Bandung, Medan. Biasanya para makelar terduga mafia tanah ini memberikan sekedar uang muka (DP).
Sehingga para pemilik tanah diikat di akte notaris atas pengaruh sang makelar. Tetapi di perkara tanah 40 ha di Kerangan Labuan bajo ini, makelar Erwin Bebek / Erwin Kadiman Santoso kini berhadapan dengan warga dan tokoh masyarakat Labuan Bajo yang pantang mundur.
"Walaupun diancam diteror oleh oknum pengikut sang makelar. Seperti Ibrahim Abraham Hanta, salah satu putra IH semasih hidupnya, yang didatangi subuh di rumahnya atas suruhan sang makelar, sebagaimana diceritakan oleh klien kami," ujar Dr. (c) Indra Triantoro, SH,MH, salah satu anggota tim PH (Penasihat Hukum) ahli waris IH, bersama Irjen Pol (P) Drs.I Wayan Sukawinaya, M.Si (Ketua Tim), Jon Kadis, S.H., Tanti, S.H., Endah, S.H., dkk.
Dari proses perkara perdata No.1/2024 Lbj gugatan Pemilik 11 ha, yang putusan PN 23/10/2024 dimenangkan oleh ahli waris IH, juga dikuatkan putusan banding PT Kupang 18/3/2025, diketahui bahwa Erwin sang makelar itu memperoleh tanah 40 ha itu dari Nikolaus Naput berdasarkan akta PPJB Januari 2014 di Notaris Bily Ginta.
Herannya, tanah seluas itu diukur sendiri oleh staf makelar Erwin dari Jakarta, Aryo Juwono, hanya dengan elektronic google map versi dewean sang makelar, didampingi oleh John Don Bosco yang bukan turunan asli masyarakat adat Nggorang, yang mengaku sekretaris pribadi Haji Ramang, anak dari alm.Ketua Fungsionaris ulayat.
Kedua orang ini jadi pengikut sang makelar. Herannya lagi, pada 2017 di atas tanah 11 ha milik ahli waris IH itu sudah terbit 2 SHM anak Niko Naput untuk luas tanah 5 ha lebih, padahal pemilik tanah 11 ha itu tidak pernah menjual tanah ini kepada mereka dan kepada siapapun.
Dan, lebih herannya lagi, kakan BPN yang baru menjabat 6 bulan sejak awal 2023, ia mengubah 1 SHM anak Niko Naput Oktober 2023 menjadi SHGB atas pengajuan teman sang makelar tanah untuk Hotel St.Regis itu, Ika Yunita dari Jakarta.
"Yang lebih parah, demi kelancaran modusnya, anak buah sang makelar ini sering ucapkan ada jendral itu ini di balik usaha investasi ini. Nah, dari sinilah tercium dugaan kuat adanya praktek dugaan mafia tanah dari makelar," jelas Indra.
Akan tetapi pemilik tanah tidak terkecoh oleh untaian buaian kata-kata Erwin. Tercium ada yang aneh, berlebihan, bahkan terkesan orang kuat dan owner hotel St Regis berkelas internasional itu. Tapi pemilik tanah sadar hukum. Ikuti jalur hukum dengan gugatan perdata, disertai laporan pengaduan kepada satgas mafia tanah Kejaksaan Agung RI.
Hasilnya? Tanggal 23 Agustus Kejagung mengeluarkan laporan pemeriksaannya, yg isinya: tanah 11 ha tersebut sah milik ahli waris IH, sedangkan SHM atas nama anak Niko Naput di tanah itu tidak sah, karena cacat yuridis, cacat administrasi, salah ploting & salah lokasi (pengakuan BPN), serta tak ada alas hak aslinya.
"Pada tanggal yang sama Kejagung juga mengirim surat kepada Bupati Mabar agar mempertimbangkan kembali ijin pembangunan hotel di tempat itu, serta kepada Kakantah BPN di Labuan Bajo supaya "membatalkan SHM atas nama kedua anak Niko Naput tersebut," terang Indra.
Kata Indra, bukan cuma surat itu, tapi Kejagung juga mengirim surat 23 September 2024 hasil pemeriksaannya kepada Kementerian ATR/BPN cq.Dirjen & Irjen-nya agar segera melakukan pengawasan terhadap BPN di Labuan Bajo.
Sebab, semua SHM atas nama Keluarga Niko Naput, termasuk 3 SHM di luar batas selatan tanah milik ahli waris IH, semuanya cacat yuridis, cacat administrasi, tanpa alas hak asli. Dan juga, bahwa perikatan dengan pihak ketiga seperti PPJB dengan obyek tanah ini batal demi hukum.
Maka jelaslah makelar Erwin dalam PPJB itu tergolong pembeli yang tidak beriktikad baik. Dari perkara perdata, putusan PN yang dikuatkan oleh PT, tanah 11 ha tersebut sah milik ahli waris IH. Alasan utama hakim PN dan PT memenangkan ahli waris 11 ha IH adalah kuatnya bukti kepemilikan mereka.
Sedangkan makelar Erwin dan anak Niko Naput tidak memiliki alas hak asli, salah lokasi, SHM mereka cacat yuridis, cacat administrasi, salah ploting. Di samping itu, hakim PT juga menerima hasil pemeriksaan Kejagung RI 23 Agustus 2024, bukti dari lembaga negara yang berwibawa di negara ini.
"Di setiap surat dari Kejagung RI tersebut tadi selalu ditegaskan atau tertulis di paragraf pertama, yaitu: tanah milik alm. Ibrahim Hanta," tutup Indra.
Kata dia, meski makelar Erwin dan anak alm. Niko Naput yang nurut sama makelarnya sudah kalah di PN dan PT. Namun mereka masih ngotot ajukan kasasi ke Mahkamah Agung, diman berkasnya sudah berada di MA sejak 15 Mei 2025.
Apalagi alasan mereka? Kata makelar dan pengikutnya, bahwa PN dan PT tidak berwenang mengadili perkara, tapi PTUN. Ini 'kan bisa diduga bahwa makelar Erwin, makelar Ika Yunita, dan anak-anak Niko Naput tidak menghargai karya dari lembaga tinggi Negara yang berotoritas di NKRI ini yaitu Kejaksaan Agung diremehkan.
"Bukan saja Kejagung, tapi diduga kuat para makelar ini juga tidak menghormati nilai adat budaya lokal yang bernilai tinggi, sekaligus diduga sifat jahat apartheid yang mengabaikan hak rakyat yang lemah & miskin dari kemajuan ekonomi di kawasan super premium Labuan Bajoo," kata Irjen Pol (P) Sukawinaya.
"Selain itu, info terakir, juga ada 7 pemilik tanah total 3,1 ha jadi korban makelar Erwin bekerjasama dengan anak-anak Niko Naput, karena tiba-tiba makelar Erwin & anak Niko Naput mengklaim itu tanah mereka. Bulan lalu, di sana tiba-tiba ada spanduk bertuliskan, "tanah ini milik ahli waris Niko Naput & Beatrix Seran istrinya. Maka rakyat pemilik tanah jadi korban makelar," lanjut Sukawinaya.
Korban makelar Erwin terhadap pemilik tanah 11 ha, satu dekade lebih mereka tidak nyaman, sejak 2014. Pemda juga jadi korban sang makelar. Investasi dari Hotel St Regis mengalami hambatan karena ulah sang makelar.
"Masuk akal, kini terbongkar bahwa Erwin bukan owner Hotel St Regist, tapi ia hanya broker tanah / makelar untuk siapkan tanah bagi pembangunan hotel tersebut di Labuan Bajo," kata Tanti, SH., anggota tim PH ahli waris IH.
Menurut salah satu ahli waris almarhum IH, bagi kami pemilik tanah 11 ha warisan kakek kami alm. Ibrahim Hanta, pihaknya tidak akan mundur dari sini atas ulah makelar Erwin berserta pengikut makelarnya, yaitu anak-anak Niko Naput.
"Kami telah siap teteskan darah terakir kapanpun dan dimanapun, ketika ada yang mau menguasai tanah kami. Kami setuju investasi. Adalah lebih baik kalau investor seperti Hotel St.Regist, owner-nya, langsung bertemu kami daripada broker tanah yang justru semena-mena merusak hak kami. Kami dan Hotel St. Regist jadi korban," ujar Mikael Mensen.
Dalam kasus lainya, Lambertus Paji mengatakan, tanah 3,1 ha miliknya juga yang diperoleh secara sah dari Ketua Fungsionaris ulayat sejak 1992, akan kami pertahankan sampai tetes darah terakir.
"Minggu- terakir kami lihat ada aktivitas 2 (dua) ekskavator bongkar bangkir tanah kami, dipagari, dibikin basecamp. Kami akan segera membongkarnya, apalagi kini kami dapat info bahwa Erwin Kadiman Santoso terbongkar sebagai makelar tanah kelas kakap. Kami tak gentar dan tidak takut. Kami ada bersama kekuatan alam, dan kami hanya takut Tuhan Sang Kebenaran Sejati," kata Lambertus Paji mewakili teman-temannya.
Sementara itu Jon Kadis, SH anggota Tim PH mengatakan, saat ini perkara 11 ha tanah ahli waris IH sedang diperiksa Mahkamah Agung. Pihaknya optimis hakim agung akan memutuskan bahwa baik PN maupun PT telah menerapkan fungsi judex facti secara tepat. Dengan kata lain, tanah 11 ha itu tetap sah milik ahli waris IH. bahwa ahli waris almarhum IH.
"Feeling saya ternyata tidak meleset ya, bahwa Erwin itu ternyata diduga broker tanah, makelar, bukan pemilik Hotel St.Regist. Itu info media beberapa hari belakangan ini. Nah, jika itu benar, maka kasihan owners Hotel St. Regist itu merupakan" ucap Jon.
"Pemilik St. Regist Hotel juga jadi korban, karena ulah broker tanah Erwin Kadiman Santoso dan Ika Yunita, bersama anak-anak Niko Naput, dll.," lanjut Jon
Kata dia, sesungguhnya, kalau melihat arti kata St. Regist yang berasal dari bahasa Latin itu, artinya adalah Raja/Ratu atau golongan bangsawan suci. Maaka hampir pasti owner-nya berhati suci.
"Oleh karena itu, mereka pasti rendah hati, menghormati sesama manusia. Kasihan mereka, tujuan mulia mereka untuk berinvestasi di Labuan Bajo terhambat gara-gara broker terduga mafia tanah Erwin itu.," ujarnya.
Menurutnya, coba lihat investor lainnya, mereka lancar karena mengikuti prosedur hukum yang ada. Contohnya : hotel Ayana, Pelataran, Nawa, JW Marriot, Meruora, Jayakarta, Mawatu Resort, dstnya. Maka dari itu, jika owners Hotel St. Regist benar-benat serius, maka adalah lebih baik berjumpa langsung dengan pemilik tanah 11 ha ini,
"Saya yakin pemilik tanah ini berhati luhur kok dan dugaan saya pemilik tanah ini setuju investasi jika dengan itu bermanfaat bagi banyak orang," kata Jon.
Pengadilan Negri dan Pengadilan tinggi sudah memutuskan tanah 11 ha di Kerangan, Labuan Bajo adalah sah milik ahli waris Ibrahim Hanta . Dan satgas mafia tanah Kejaksaan Agung sudah bersurat resmi ke lembaga lembaga tinggi negara, Kementrian ATR/BPN pusat, Bupati Mabar, "sah" di kalimat paragraf pertama bahwa tanah 11 ha di Kerangan, Labuan Bajo adalah milik alm. Ibrahim Hanta.
"Oleh karena itu kami optimis, bahwa ahli waris IH akan menang kasasi Mahkamah Agung," tutup Jon. (red)